Tragedi Trek Bom terjadi pada tahun
1942 di dusun Kalimendong, Desa Danaraja, Kecamatan Purwanegara, Banjarnegara. Tragedi
Trek Bom ini merupakan salah satu kejadian bersejarah yang mana kejadian ini di
pelopori oleh pemuda dan Tentara Republik Indonesia (kedepannya disebut TRI)
untuk menghancurkan pasukan Belanda yang hendak kembali menjajah Indonesia.
Kejadian ini terjadi pada masa pendudukan Inggris yang mana pada saat itu
Belanda telah mengakui kekalahannya kepada Jepang. Namun, dalam hal ini Belanda
kembali datang ke Indonesia dengan membonceng tentara Inggris yang berniat menguasai Indonesia.
Secara teritorial, pada saat
kejadian ini terjadi, Banjarnegara terbagi menjadi dua wilayah pemerintahan,
yaitu Pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) meliputi daerah timur
Banjarnegara (Joho hingga Sigaluh) dan Pemerintahan Kolonial Belanda meliputi
daerah barat Banjarnegara (Gumiwang hingga Susukan). Pembagian wilayah
teritorial kekuasaan ini tertuang dalam Perjanjian Renville yang terjadi pada
tahun .... .
Pembagian wilayah pemerintahan ini
memancing adanya perlawanan masyarakat daerah pendudukan Belanda untuk terlepas
dari pendudukan Belanda. Markas-markas TRI dibentuk di daerah pendudukan
Belanda untuk melawan pendudukan Belanda. Salah satu tokoh TRI dalam kejadian
ini adalah Letkol Yasir Hadibroto yang merupakan pimpinan dari pasukan TRI
daerah pendudukan Belanda.
Pasukan TRI daerah pendudukan
Belanda mendapatkan perlengkapan perang dan bantuan dari pemerintah RIS yang
berpusat di Banjarnegara. Pemerintah RIS selalu memasok keperluan perang kepada
TRI secara diam-diam. Pada masa itu, sering sekali prajurit Belanda melakukan
konvoi besar-besaran dengan tujuan untuk mengawasi daerah pendudukannya.
Ternyata hal tersebut dijadikan kesempatan emas bagi para TRI untuk melakukan
perlawanan kepada prajurit Belanda.
Adalah Sanpardi, yang merupakan anak
buah dari Letkol Yasir Hadibroto, yang mencetuskan ide untuk melawan pasukan
Belanda dengan meledakkan sebuah trek bom. Rencana ini mendapat persetujuan
dari Letkol Yasir Hadibroto, dan akhirnya Sanpardi yang mengkoordinir tentara
TRI serta dibantu para pemuda daerah untuk melancarkan rencana ini.
Trek bom sendiri diambil dari pusat
pemerintahan RIS Banjarnegara yang berpusat di Banjarnegara secara
sembunyi-sembunyi dengan cara bergotong royong memanggul bom tersebut dari
Banjarnegara ke Kalimendong. Berat dari bom itu sendiri hampir mencapai 50 kg
dengan ukuran 61 x 32,5 cm. Pengambilan trek bom ini dilakukan pada malam hari
agar tidak diketahui oleh pihak tentara Belanda.
Trek bom ini pun ditanam didalam
tanah tepat dibawah tugu perbatasan kecamatan Purwanegara dan Kecamatan
Mandiraja yang berukuran 40x40 cm. Penjagaan terhadap trek bom yang telah
ditanam dilakukan secara ketat oleh penduduk sekitar dan para tentara TRI.
Mereka berjaga tiap malam dengan cara melingkari daerah tersebut dengan radius
mencapai 1 km. Untuk dapat meledakkan bom tersebut dibutuhkan pengait untuk
selanjutnya ditarik agar bisa meledak. Dalam hal ini, pemuda memotong kabel
saluran telepon dari PT. PJKA pada saat itu untuk diambil bagian tembaganya
sepanjang
100m. Tembaga
tersebut dijadikan tali untuk mengendalikan peledakan bom dari jarak jauh.
Hari peledakan diawali dengan adanya konvoi
besar-besaran tentara Belanda yang didalamnya terdapat petinggi dari tentara
Belanda yang hendak mengontrol daerah jajahannya. Arak-arakan konvoi
berlangsung dari arah Banyumas menuju ujung daerah pendudukan di Banjarnegara
(Gumiwang). Pada saat itu tentara TRI dan pemuda telah berjaga jarak dari
daerah terdampak bom dan bersiap melaksanakan aksinya pada saat konvoi tersebut
kembali ke arah barat (Banyumas).
Sekitar jam 10.00-11.00, pasukan konvoi tentara
Belanda telah kembali dari daerah timur untuk kembali ke markasnya yang
terletak di Mandiraja. Pada saat itu konvoi diawali dengan barisan tank diawal,
lalu diikuti dengan prajurit lalu di bagian tengah konvoi terdapat truk besar
berisi prajurit petinggi Belanda, dan diakhri dengan pasukan Belanda lainnya.
Tentunya yang menjadi sasaran dari peledakan adalah bagian tengah konvoi.
Sanpardi selaku penarik trek bom, menarik trek bom tersebut dari dalam parit
yang berjarak
m dari trek bom itu berada.
Untuk dapat menarik trek bom tersebut
dibutuhkan usaha yang ekstra hingga dalam peledakan itu, Sanpardi menarik kabel
tembaga yang terkait dengan pemicu bom tersebut dengan memancalkan kaki kepada
dinding parit. Dan untuk memata-matai serta mengetahui posisi pasukan Belanda
tersebut, Sanpardi dibantu kawannya (Suhardjo) yang mengintai dari atas pohon
Kelapa sekitar, dan dialah yang memberikan aba-aba kepada Sanpardi untuk
menarik kabel tembaga tersebut. Ketika aba-aba diberikan, bom tersebut tepat
meledak ketika bagian inti dari konvoi sedang lewat. Daerah terdampak bom
tergolong luas, yaitu mencapai radius 50 m.
Dari ledakan bom tersebut mampu meluluh
lantahkan pasukan Belanda yang sedang berkonvoi. Satu truk inti berhasil
dihancurkan hingga
prajurit dan petinggi tentara Belanda
meninggal dunia. Hal tersebut tentunya memuaskan para TRI dan para pemuda
setempat. Namun, hal yang lebih mengerikan datang setelah kejadian itu.
Tepatnya sehari setelah kejadian itu, datanglah tentara Belanda yang melakukan
sweeping serta menetapkan bahwa daerah tersebut adalah zona tidak aman.
Setelah kejadian peledakan bom tersebut
terjadi, daerah Kalimedong seketika menjadi desa mati ketika malam tiba. Karena
kaum pria mengungsikan diri untuk menghindari sewaktu-waktu terjadi
penggerebekan. Tak cukup dengan menetapkan daerah tersebut menjadi zona tidak
aman bagi tentara Belanda, Belanda pun gencar melakukan pengawasan ketat di
daerah tersebut dengan pengintaian udara dengan menggunakan pesawat capung moncong merah.
Pada saat kritis tersebut, disinyalir ada
mata-mata Belanda yang merupakan orang sekitar daerah Danaraja yang memberitahu
pasukan Belanda mengenai keberadaan Sanpardi yang merupakan pencetus dan
pelaksana tragedi bom tersebut. Oleh karena itu, Belanda menjatuhkan bom-bom
dengan pesawat moncong
merah dan membumi-hanguskan daerah sepanjang jalan raya Banyumas-
Banjarnegara. Tujuan dari pembumi-hangusan tersebut adalah untuk memusnahkan
markas-markas TRI yang tersembunyi serta memunahkan para pelaku tragedi trek
bom tersebut. Ratusan jiwa melayang dalam tragedi pembumi-hangusan tersebut.
Namun, para pejuang TRI yang melakukan pemboman pasukan Belanda berhasl
menyelamatkan diri dengan mengungsikan diri ke daerah Merden dan Kaliajir.
Pada saat para pejuang TRI sedang bersembunyi
di Kaliajir, mereka mendapati Daslan yang merupakan mata-mata Belanda yang
memberitahukan keberadaan mereka kepada Belanda. Oleh karena itu, pasukan TRI
membunuh hidup hidup Daslan dengan cara mengubur Daslan hidup-hidup.
0 Reviews